Ketenagakerjaan yang Inklusif dan Berkelanjutan
Oleh: Marpaleni, MA, Ph.D
Statistisi Ahli Madya di BPS Provinsi Sumatera Selatan
"All labor that uplifts humanity has dignity and
importance and should be undertaken with painstaking excellence." - Martin
Luther King Jr.
Kutipan di atas sangat relevan saat kita melihat dinamika
dan tantangan sektor ketenagakerjaan di Sumatera Selatan.
Pada Februari 2024, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
(TPAK) Sumsel meningkat dari 69,73% tahun sebelumnya menjadi 69,75%. TPAK
merupakan indikator yang menunjukkan proporsi penduduk usia kerja yang aktif
secara ekonomi, mencakup mereka yang bekerja maupun yang sedang mencari
pekerjaan. Walaupun belum mencapai level TPAK sebelum pandemi (Februari 2020 =
69,93%), kenaikan ini cukup menandai adanya pembukaan peluang kerja baru yang
signifikan bagi para pekerja dan pemulihan ekonomi pasca pandemi terus berlangsung.
Namun demikian, keberhasilan ini menyembunyikan realitas
kompleks. Di
balik peningkatan TPAK, ada permasalahan yang memerlukan perhatian mendalam.
Termasuk diataranya adalah kesenjangan gender yang persisten, rendahnya tingkat
pendidikan pekerja, dominasi sektor informal, serta tantangan dalam
diversifikasi ekonomi. Setiap isu menuntut solusi yang serius dan terstruktur
agar kemajuan yang terlihat tidak hanya sekedar angka statistik, melainkan
perubahan nyata yang merata, inklusif dan berkelanjutan bagi seluruh lapisan
masyarakat.
Karakteristik Ketenagakerjaan Sumsel
Data terakhir menunjukkan TPAK perempuan Sumsel telah
meningkat dari 53,44% (Februari 2023) menjadi 53,81% (2024). Meskipun statistik
ini mengindikasikan kemajuan, angka tersebut ternyata masih jauh tertinggal
dibandingkan partisipasi laki-laki yang mencapai 85,17%. Kesenjangan signifikan
ini menyiratkan adanya hambatan struktural dan kultural, yang mungkin
menghalangi tercapainya kesetaraan gender di pasar kerja.
Informasi penting lain yang perlu diperhatikan adalah
seputar tingkat pendidikan penduduk bekerja. Per Februari 2024 tercatat sebesar
41,26% penduduk bekerja hanya berpendidikan SD atau bahkan lebih rendah. Sebaliknya
penduduk bekerja lulusan universitas tercatat sebesar 8,48%. Ini mencerminkan
sebuah tantangan signifikan dalam konteks kualitas dan kompetensi tenaga kerja
yang tersedia, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi produktivitas dan
pertumbuhan ekonomi daerah.
Dominasi sektor informal juga perlu digarisbawahi. Pada Februari
2024 tercatat 63,41% pekerja Sumsel menggantungkan hidupnya pada sektor informal.
Realitas ini menyoroti kebutuhan mendesak akan kebijakan yang lebih inklusif
dan mendukung, yang memastikan perlindungan sosial, akses yang lebih baik ke
layanan kesehatan, dan peningkatan kondisi kerja untuk pekerja informal.
Di Sumsel, sektor pertanian terus memegang peran vital
sebagai tulang punggung pasar tenaga kerja, dengan daya serap mencapai 43,62% per
Februari 2024. Keterlibatan signifikan ini tidak hanya menggarisbawahi
pentingnya sektor ini dalam menyokong kehidupan masyarakat, tetapi juga
mempertegas ketergantungan ekonomi regional pada pertanian. Namun, ketergantungan intensif terhadap
pertanian memunculkan sejumlah risiko yang tidak bisa diabaikan, terutama
volatilitas harga komoditas dan dampak tak terduga dari perubahan iklim. Kedua
faktor ini menimbulkan tantangan serius yang membutuhkan strategi adaptasi dan
mitigasi yang efektif untuk meminimalisir potensi kerugian ekonomi dan sosial
di masa depan.
Implementasi Kebijakan.
Statistik ketenagakerjaan terbaru di atas menyoroti urgensi perlunya
penerapan beberapa kebijakan kunci.
Pertama adalah peningkatan kualitas pendidikan dan
penyediaan program pelatihan kerja yang komprehensif. Kebijakan ini bertujuan
untuk menjawab persoalan rendahnya tingkat pendidikan tenaga kerja dengan cara meningkatkan
kemampuan dan keahlian pekerja, sehingga mereka tidak hanya memenuhi tapi juga
melampaui standar yang dituntut oleh dunia kerja yang semakin kompetitif dan mengglobal.
Kedua, penting bagi pemerintah untuk mengimplementasikan
kebijakan yang mendukung kesetaraan gender di tempat kerja. Ini bisa mencakup
insentif bagi perusahaan untuk mengadopsi praktik yang mendukung pekerja
perempuan, seperti fleksibilitas waktu kerja, cuti melahirkan yang memadai,
fasilitas penitipan anak dan kesetaraan upah.
Mempelajari contoh sukses dari negara lain dapat memberikan
wawasan berharga dalam mengadaptasi dan meningkatkan efektivitas inisiatif
lokal. Negara-negara Skandinavia seperti Swedia dan Denmark sering dijadikan
referensi dalam implementasi kebijakan yang mendukung kesetaraan gender di tempat
kerja. Praktik mereka dalam menyediakan cuti parental yang panjang dan akses
terhadap penitipan anak yang terjangkau telah berhasil meningkatkan partisipasi
perempuan dalam angkatan kerja. Pendekatan ini bisa diadaptasi untuk
meningkatkan TPAK perempuan di Sumatera Selatan dengan menyesuaikan
kebijakan-kebijakan tersebut agar sesuai dengan konteks sosial dan ekonomi
lokal
Ketiga, dalam konteks sektor pertanian, adopsi kebijakan yang
berfokus pada adaptasi dan mitigasi dampak perubahan iklim seperti penerapan teknik pertanian ramah lingkungan
yang meningkatkan ketahanan tanaman dan mengurangi kerusakan lingkungan.
Diversifikasi pertanian melalui agroindustri atau pariwisata ekologis juga
penting untuk membuka peluang pendapatan baru bagi petani. Selain itu,
mengembangkan kemampuan petani untuk mengelola sumber daya secara berkelanjutan
adalah esensial untuk memastikan keseimbangan ekologi dan ekonomi.
Kita bisa mengambil pelajaran dari Vietnam yang telah
berhasil meningkatkan ketahanan pertanian terhadap perubahan iklim. Negara ini
telah menerapkan program-program seperti sistem irigasi yang lebih efisien dan
pelatihan petani dalam pertanian berkelanjutan. Selain menjawab persoalan
perubahan iklim, program ini juga mendukung pemberdayaan perempuan di sektor
pertanian, mengakui peran vital mereka dan memperkuat kapasitasnya.
Keempat, kebijakan perlindungan sosial yang kuat harus
diimplementasikan untuk melindungi pekerja, terutama di sektor informal. Ini
mungkin termasuk asuransi kehilangan pendapatan, mengembangkan skema pensiun
bagi petani, serta membuat dan memperkuat dana cadangan atau dana bantuan
bencana yang dapat digunakan untuk mendukung pekerja sektor informal selama
periode ekonomi yang sulit atau bencana alam.
Saat ini, salah satu negara yang dianggap cukup berhasil
menerapkan kebijakan perlindungan pekerja sektor informal adalah India. Negara
ini telah mengambil langkah-langkah untuk memberikan lebih banyak perlindungan
dan dukungan bagi pekerja di sektor informal, termasuk asuransi kesehatan dan jaminan
sosial.
Implementasi kebijakan-kebijakan tersebut memerlukan
pemahaman yang mendalam tentang kondisi lokal dan sejalan dengan dinamika
sosial dan ekonomi setempat. Penting juga untuk melibatkan seluruh masyarakat,
termasuk perempuan dan kelompok marginal lainnya. Dengan cara ini, transisi ke
ekonomi yang lebih berkelanjutan dan inklusif dapat terlaksana secara adil.
Mengingat kembali kutipan Martin Luther King Jr. di
awal tulisan, setiap jenis pekerjaan yang berkontribusi pada kemajuan
kemanusiaan tidak hanya memerlukan dedikasi dan komitmen, tetapi juga
menekankan pentingnya melaksanakan setiap tugas dengan kemampuan terbaik kita. King
menunjukkan bahwa pekerjaan yang memperbaiki kualitas hidup atau kondisi
sosial memiliki nilai intrinsik yang signifikan—setiap pekerjaan adalah penting
dan bermartabat. Lebih lanjut, King menyarankan bahwa pekerjaan tersebut
harus dilakukan dengan usaha yang maksimal dan penuh kecemerlangan.
Setiap langkah yang kita ambil, baik dalam memperbaiki
kondisi ketenagakerjaan atau mengimplementasikan kebijakan yang lebih inklusif,
melampaui sekadar pencapaian. Langkah-langkah tersebut adalah manifestasi nyata
dari komitmen kita terhadap keunggulan dan keadilan—dua prinsip yang krusial
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh dan inklusif — tanpa
ada satu jiwa pun yang tertinggal. No one left behind.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar