3

Language

DataJoyRide adalah blog yang membahas kisah-kisah menarik seputar data. Tempat yang pas buat siapa saja yang tertarik dengan data, dari yang sudah ahli sampai yang baru mau mulai. Di sini, kamu bisa temukan cerita seru dan pengetahuan tentang data dengan cara yang gampang dan menyenangkan. Siap untuk petualangan data? Cek di DataJoyRide.

Selasa, 16 Februari 2021

Potret Kemiskinan dan Implikasi Kebijakan

 



Potret Kemiskinan dan Implikasi Kebijakan

Oleh: Marpaleni

dimuat di Sumatera Ekspress  17 Februari 2021



Perjuangan keluar dari kemiskinan itu seolah mendaki jurang yang terjal. Satu tali pengaman dililitkan ke seluruh anggota keluarga.   Di dasar jurang - di bawah garis kemiskinan - airnya kotor dan makanan terbatas. Perawatan medis adalah barang langka.

Dampak kemiskinan sungguh dahsyat. Ali bin Abi Thalib RA pun berkata, “Seandainya kemiskinan berwujud seorang manusia, niscaya aku akan membunuhnya”.

 

Potret Kemiskinan di Masa Pandemi

Pandemi berdampak pada peningkatan angka kemiskinan. Proporsi penduduk miskin di Sumatera Selatan meningkat dari sebesar 12,56% (September 2019) menjadi 12,98% (September 2020). Angka kemiskinan ini dihitung BPS dengan mengadopsi konsep kemampuan pemenuhan kebutuhan dasar (basic needs). Berdasar basic needs, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan ekonomi dalam memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan. BPS menggunakan metode ini sejak 1998 agar hasil penghitungan konsisten dan bisa dibandingkan dari waktu ke waktu.

 Peningkatan angka kemiskinan, menyebabkan jumlah penduduk miskin di Sumatera Selatan bertambah 52,49 ribu jiwa. Dari sekitar 1,07 juta per September 2019 menjadi 1,12 juta per September 2020.  Dalam periode yang sama, jumlah penduduk miskin di perkotaan bertambah 25,58 ribu orang. Sementara di perdesaan, penduduk miskin bertambah 26,91 ribu orang.  Akibatnya, per September 2020 penduduk miskin di perkotaan mencapai 404,43 ribu jiwa sementara di perdesaan mencapai 715,22 ribu jiwa.

Banyak faktor menyebabkan naiknya angka kemiskinan. Covid-19 memaksa masyarakat dunia  termasuk Indonesia memberlakukan pembatasan sosial dan mobilitas yang memang penting dilakukan untuk mengurangi dampak pandemi. Berbagai pembatasan tersebut kemudian menganggu aktivitas ekonomi yang berdampak pada penurunan penyerapan tenaga kerja.  Konsumsi masyarakat yang mencakup lebih separuh dari PDRB Sumatera Selatan pun tergerus.  Akibatnya, PDRB tahun 2020 mencatat pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan tergelincir ke level -0.11%.  Setelah krisis ekonomi 1998, baru di tahun 2020 ini ekonomi Sumatera Selatan tumbuh negatif lagi. Sementara data Sakernas menunjukkan, sekitar 597,88 ribu penduduk usia kerja di Sumatera Selatan terdampak Covid-19. Menyebabkan 49,8 ribu diantaranya menjadi pengangguran. Akibatnya, tingkat pengangguran terbuka (TPT) Sumatera Selatan per Agustus 2020 naik 0,98% poin dibandingkan kondisi Agustus 2019. 

Kontraksi pertumbuhan ekonomi, diiringi peningkatan angka pengangguran terbuka di tengah keterpurukan konsumsi rumah tangga membuat kelompok rentan miskin terseret jatuh ke bawah garis kemiskinan.  Potret kemiskinan pun memburuk.

 

Implikasi Kebijakan

Pertanyaannya: apakah implikasi dari peningkatan kemiskinan tersebut? Pertanyaan tersebut bisa dijawab dengan memperhatikan beberapa hal.

Pertama, investasi di bidang kesehatan menjadi strategi pengentasan kemiskinan terpenting di masa pandemi. Kelancaran distribusi vaksinasi dan kepatuhan menjalani protokol kesehatan adalah kunci pertumbuhan ekonomi di masa pandemi. Investasi kesehatan krusial karena ketika pandemi tertangani dengan baik, pemulihan ekonomi bisa cepat dilakukan. Peningkatan kesehatan masyarakat berimplikasi pada peningkatan produktivitas, dan selanjutnya pada pendapatannya. 

Kedua, peningkatan kemiskinan seyogyanya berimbas pada perluasan program perlindungan sosial.  Di masa pandemi, pemerintah pusat maupun daerah telah menggelontorkan berbagai bantuan tunai maupun non tunai untuk membantu penduduk pada lapisan terbawah. Peningkatan angka kemiskinan tentu berdampak pada peningkatan jumlah target penerima manfaat. Ke depan, bantuan sosial selayaknya tidak hanya menyasar kelompok termiskin saja, melainkan juga diberikan pada kelompok kelas menengah yang rentan miskin. Juga pekerja sektor informal berpendapatan rendah di perkotaan. Intervensi ini krusial untuk menjaga masyarakat miskin tidak semakin jatuh dalam jurang kemiskinan dan yang dekat dengan garis kemiskinan tidak ikut terseret jatuh.

Ketiga, mengingat besarnya proporsi penduduk miskin di perdesaan diperlukan juga intervensi yang menyasar langsung ke masyarakat desa. Untuk itu, dana desa perlu dimaksimalkan pada kegiatan-kegiatan yang terkait langsung dengan pengentasan kemiskinan. Misalnya dengan menguatkan sektor pertanian, peternakan, dan perikanan untuk penguatan ketahanan pangan serta stabilitas harga, pembangunan sarana produksi, jalur distribusi, pemberdayaan masyarakat, pengembangan pasar, dan sejenisnya.

Keempat, dalam jangka panjang, pengentasan kemiskinan dengan menyediakan jaring pengaman tidak sepenuhnya cukup.  Selain memicu pertumbuhan ekonomi, diperlukan juga beberapa kebijakan pelengkap seperti penguatan kelembagaan, pembentukan jaringan atau networking, mendidik masyarakat menjadi lebih berkapabilitas, berkeahlian dan berwawasan global, juga menata pemerintahan agar pengelolaannya semakin akuntabel.

Memapankan ekonomi penduduk miskin bukan pekerjaan gampang. Ribuan tahun silam, Ali bin Abi Thalib RA sudah mengemukakan soal dunia kemiskinan yang kompleks. Menggambarkannya saja sulit, apalagi mengatasinya. 

Pandemi COVID-19 berdampak luas di seluruh sektor kehidupan.  Hadirnya menerjang kegiatan ekonomi. Mata pencaharian masyarakat pun terlibas.  Komunitas berpendapatan rendah terhantam paling keras.

Saat ini pemerintah Indonesia tidak sedang tinggal diam. Ada banyak program bantuan digelontorkan untuk atasi persoalan kemiskinan di masa pandemi. Namun demikian, efektivitas program-program tersebut tetap harus selalu diobservasi. 

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

You Tube