3

Language

DataJoyRide adalah blog yang membahas kisah-kisah menarik seputar data. Tempat yang pas buat siapa saja yang tertarik dengan data, dari yang sudah ahli sampai yang baru mau mulai. Di sini, kamu bisa temukan cerita seru dan pengetahuan tentang data dengan cara yang gampang dan menyenangkan. Siap untuk petualangan data? Cek di DataJoyRide.

Minggu, 11 Februari 2024

Cegah Stunting Sejak Awal, Peran Keluarga Esensial

 



Cegah Stunting Sejak Awal, Peran Keluarga Esensial

Oleh: Marpaleni

dimuat di Sriwijaya Post 26 Januari 2022


Sejauh kaki melangkah, keluarga adalah tempat kembali. Begitu besar peran keluarga dalam kehidupan, Michael J. Fox pun berkata, "Family is not an important thing. It's everything."

Tanggal 25 Januari diperingati sebagai Hari Gizi dan Makanan Nasional. Peringatan ini bisa menjadi momentum dan tonggak pengalangan kepedulian dan komitmen berbagai lapisan masyarakat, termasuk keluarga, dalam mewujudkan manusia Indonesia yang sehat dan berkualitas menuju Generasi Emas 2045. Keluarga, sebagai unit sosial terkecil dalam masyarakat, memiliki peran krusial dalam program pemberian menu gizi seimbang dan pengaturan pola makan sehat pada ibu hamil, bayi dan balita untuk terus menurunkan persoalan stunting.

 

Perkembangan Stunting di Indonesia

Merupakan istilah medis, stunting merujuk pada kondisi anak kerdil dan pendek. Stunting adalah kondisi gagal tumbuh anak akibat kekurangan gizi kronis atau penyakit infeksi kronis yang terjadi berulang kali pada periode 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Atau, dari janin hingga usia 23 bulan.

Dampak stunting sangat signifikan. Tak hanya menganggu pertumbuhan fisik anak, stunting berimbas pada gangguan perkembangan otak dan sistem kekebalan tubuh. Akibatnya, penderita stunting rawan terserang retardasi mental dan gangguan kemampuan kognitif. Juga rentan terserang penyakit. Di masa depan, penderita stunting berisiko jadi kurang produktif dan rendah kreativitas. Ini berpotensi mengancam kesejahteraan.

Prevalensi stunting di Indonesia tergolong tinggi. Menurut Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) tahun 2019, angka stunting di Indonesia mencapai 27,7 persen. Ini berarti dari 100 balita di Indonesia, sekitar 27 – 28 diantaranya menderita stunting. Angka tersebut masih melebihi batas atas ambang stunting sesuai rekomendasi WHO yaitu kurang dari 20 persen. Data menurut provinsi menunjukkan: dari 34 provinsi, hanya empat provinsi yang memiliki prevalensi stunting di bawah 20 persen. Keempat provinsi tersebut adalah Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, dan Bali.  Di Sumatera Selatan sendiri, angka stunting pada tahun 2019 mencapai 28,98.

Mengingat pandemik COVID-19 sangat berdampak pada pendapatan masyarakat, kekurangan gizi dan stunting kian rentan menimpa balita Indonesia. Upaya-upaya pengentasan stunting jadi kian sulit. Akibatnya, demi mencapai target prevalensi stunting sebesar 14% di tahun 2024, Indonesia harus berkerja ekstra keras.

 

Tanggapan Kebijakan

Pemerintah telah menetapkan stunting sebagai prioritas pembangunan nasional. Namun, implementasi program terkait stunting membutuhkan komitmen kuat dari berbagai pihak. Termasuk dari pemerintah pusat dan daerah, lembaga sosial kemasyarakatan dan keagamaan, akademisi, organisasi profesi, media massa, dunia usaha/mitra pembangunan, serta masyarakat umum.

Stunting adalah permasalahan mendesak yang tengah terjadi dan perlu diintervensi sedini mungkin guna menghindari dampak jangka panjang yang bisa merugikan di masa depan. Secara umum, pemerintah telah mendesain program penanganan stunting melalui dua pendekatan. Yaitu, Intervensi Gizi Spesifik (IGSp) dan Intervensi Gizi Sensitif (IGSe).

IGSp bersifat jangka pendek dan berfokus pada bidang kesehatan dengan sasaran mengatasi persoalan kekurangan gizi pada 1000 HPK. Kegiatan IGSp mencakup program pemberian asupan makanan, mengatasi infeksi, meningkatkan status gizi ibu, mencegah penyakit menular, dan meningkatkan kesehatan lingkungan. IGSp diperkirakan berkontribusi sekitar 30 persen dalam program penurunan stunting.

IGSe adalah intervensi yang diarahkan untuk mengatasi akar masalah stunting dan bersifat jangka panjang. Intervensi ini dilakukan secara lintas sektor oleh berbagai Kementerian dan Lembaga. Fokus IGSe adalah membangun sektor-sektor di luar sektor kesehatan. Kegiatan IGSe meliputi program peningkatan penyediaan air minum dan sanitasi, peningkatan akses dan kualitas pelayanan gizi dan kesehatan, peningkatan kesadaran, komitmen, dan praktik pengasuhan dan gizi ibu dan anak, serta peningkatan akses pangan bergizi. IGSe diperkirakan berkontribusi 70 persen dalam program penurunan stunting.

Guna mempercepat penurunan stunting secara merata di Indonesia, berbagai program penanggulangan stunting yang telah dilakukan baik oleh Kementerian/Lembaga maupun pemerintah daerah perlu dievaluasi dan dipantau secara berkala. Salah satu pemantau yang bisa digunakan adalah Indeks Khusus Penanganan Stunting (IKPS).  IKPS dibentuk dengan mempertimbangkan 6 (enam) dimensi, yaitu  kesehatan, gizi, perumahan, pangan, pendidikan, dan perlindungan sosial. Selama dua tahun terakhir, angka IKPS Nasional cenderung meningkat,  dari sebesar 66,1 tahun 2019 menjadi sebesar 67,3 tahun 2020. Capaian IKPS 2019-2020 menunjukkan dimensi pangan adalah dimensi dengan capaian IKPS tertinggi.   Sebaliknya, dimensi perlindungan sosial menjadi dimensi dengan capaian indeks terendah.

Namun demikian, sebaran data IKPS menurut provinsi menunjukkan jarak yang cukup tinggi antara capaian IKPS provinsi tertinggi dan terendah. IKPS provinsi tertinggi tahun 2020 adalah sebesar 79,3 (DI Yogyakarta)  dan terendah sebesar 43,3 (Papua).  Perbedaan IKPS antar provinsi mencerminkan adanya variasi pelaksanaan program penanganan stunting yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Sementara itu, tingginya selisih IKPS tertinggi dan terendah mengindikasikan adanya ketimpangan penanganan stunting antar wilayah di Indonesia.  Kondisi di Sumatera Selatan sendiri menunjukkan,  IKPS Sumsel masih lebih rendah dibanding angka Nasional, yaitu sebesar 61.7 tahun 2020 dan sebesar 60.2 tahun 2019.

 

Mencegah Stunting di Level Keluarga

Penanggulangan stunting bukanlah tanggung jawab pemerintah semata. Semua pihak, termasuk keluarga, diharapkan turut berpartisipasi aktif. Kontribusi keluarga dalam penanganan stunting krusial dan berpengaruh besar.  Dengan mengadopsi tipologi Beatty  seperti tersebut dalam Knowledge and Control in Health Promotion (1991), edukasi untuk pencegahan stunting pada level keluarga bisa dilakukan dengan empat cara, yaitu dengan promosi ajakan kesehatan, aksi legislatif, konseling pribadi dan pembangunan komunitas.  Contoh ajakan kesehatan misalnya dengan mengedukasi keluarga tentang pola makan bernutrisi dan bergizi seimbang, menganjurkan untuk memberikan ASI eksklusif tanpa makanan pendamping apapun sampai anak berusia satu tahun dan memberikan imunisasi lengkap pada anak.  Selain itu keluarga juga bisa diedukasi untuk melakukan pemeriksaan kesehatan dalam rangka memantau tumbuh kembang anak, atau berpartisipasi aktif dalam kegiatan posyandu.

Keluarga dapat berkontribusi mencegah stunting pada setiap fase kehidupan. Mulai dari janin dalam kandungan, hingga bayi lahir, tumbuh menjadi balita, remaja, menikah, hamil, dan seterusnya.   Sehingga, penting bagi keluarga menjaga ibu hamil agar terhindar dari kehamilan dengan pertumbuhan janin tak sehat. Andil keluarga juga substansial dalam mengawal proses setelah kelahiran, utamanya sampai 1000 HPK. Saat anak dalam kandungan, keluarga sebaiknya memastikan ibu hamil mendapatkan nutrisi terbaik dan mendampinginya memeriksakan kandungan secara rutin.  Saat bayi telah lahir, keluarga perlu juga memastikan bahwa si bayi mendapatkan ASI eksklusif hingga usia enam bulan. Penting juga bagi keluarga memahami pentingnya pemberian makanan pendamping ASI yang berkualitas, membawa bayi rutin ke Posyandu dan memberikan imunisasi lengkap.  Dan seterusnya. Selain itu, dalam upaya pencegahan stunting, keluarga juga perlu mengedepankan perbaikan pola asuh dan pola makan serta peningkatan akses air bersih dan sanitasi di rumah tangganya.

Prevalensi stunting di Indonesia tidak dapat dianggap remeh. Upaya pencegahan menjadi prioritas penting. Namun demikian, penanggulangan stunting memerlukan sinergitas lintas sektor dari berbagai kementrian dan lembaga juga pemerintahan dan swasta. Koordinasi lintas sektor dari pusat hingga daerah krusial untuk mendukung terlaksananya seluruh rancangan program-program penanggulangan stunting dalam berbagai dimensi, mulai dari dimensi pangan hingga dimensi perlindungan sosial, sehingga bisa saling seiring sejalan.

Sejatinya, stunting adalah persoalan kesehatan yang dapat dicegah dengan intervensi gizi spesifik dan sensitif oleh penyedia layanan kesehatan yang terampil.  Namun, pencegahan stunting perlu dilakukan sejak awal. Untuk itu, peran keluarga dan kebijakan yang berorientasi pada pemberdayaan keluarga sangat esensial

 

***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

You Tube